HAK
CIPTA
Undang-Undang nomor 19 tentang hak cipta
mengenai dua jenis hak yang terkandung dalam suatu ciptaan, yaitu hak cipta
(copy right) dan hak terkait (neighboring rights). kedua jenis hak ini merupakan
hak eksklusif yang bersifat ekonomis industrialis bagi pemilik suatu ciptaan.
Sedangkan pengertian baku tentang hak cipta telah diatur dalam pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Hak Cipta, yaitu :
"Hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
batasan-batasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa hak cipta adalah hak kebendaan yang bersifat eksklusif bagi seorang
pencipta atau penerima hak atas suatu karya atau ciptaannya dibidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra. Sebagai suatu hak kebendaan yang bersifat
khusus. Hak cipta memiliki sifat dan karakter yang sedikit berbeda dengan hak
kebendaan pada umumnya. Hakikat, kriteria dan sifat dari hak baik secara
implisit maupun eksplisit terkandung dalam beberapa pasal Undang-Undang Hak
Cipta yaitu, pasal 1 ayat (1), pasal 2, pasal 3, dan penjelasan pasal 4 Ayat
(1) Undang-Undang Hak Cipta.
LINGKUP HAK CIPTA
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
|
1.
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara
|
|
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Dalam
penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta secara terperinci
disebutkan kegiatan apa saja yang termasuk dalam perbuatan mengumumkan dan
memperbanyak, yaitu :
·
Menerjemahkan
·
Mengadaptasi
·
Mengaransemen
·
Mengalihwujudkan
·
Menjual
·
Menyewakan
·
Meminjamkan
·
Mengimpor
·
Memamerkan
·
Mempertunjukan kepada public
·
Menyiarkan
·
Merekam
·
Mengomunikasikan ciptaan kepada public melalui
saran apapun.
|
|
|
Pasal 3
|
1.
Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
2.
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan,
baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a.
Pewarisan;
b.
Hibah;
c.
Wasiat;
d.
Perjanjian tertulis; atau
e.
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 4
|
1.
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang
setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik
penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak
itu diperoleh secara melawan hukum.
2.
Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan
yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau
milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali
jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
|
Hak-hak yang tercakup dalam
hak cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
- membuat
salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
(termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor ciptaan,
- menciptakan
karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan
atau memamerkan ciptaan di depan umum,
- menjual
atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak
eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak
cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan,
meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada
publik melalui sarana apapun"
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula
"hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak
eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser
rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh,
seorang penyanyi berhak melarang
pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak
cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan
4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak
eksklusifnya tersebut dengan lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang
dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter
alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara
umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa
persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep
"hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat
dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada
ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta.
HAK PATEN
Pengertian
hak paten bisa dilihat didalam Undang-Undang, lebih tepatnya Pasal
1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. Undang-Undang telah menyebutkan
bahwa pengertian hak paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya
di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan
sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Syarat mendapatkan hak
paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua,
penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan
teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri
(karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten.
Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya
(non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat
dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus
diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
Pengertian
hak paten telah diatur dalam Undang Undang No 14 Tahun 2001
tentang paten. Dalam undang-undang ini diatur mengenai syarat paten, jangka
waktu berlakunya paten, hak dan kewajiban inventor sebagai penemu invensi, tata
cara permohonan hak paten, pegumuman dan pemeriksaan substansif dll. Dengan
adanya undang-undang ini maka diharapkan akan ada perlindungn terhadap kerya
intelektual dari putra dan putri Indonesia.
Yang menjadi obyek hak
paten ialah temuan (invention) yang secara praktis dapat dipergunakan dalam
bidang perindustrian. Itulah sebabnya Hak Paten termasuk dalam jenis hak milik
perindustrian, yang membedakannya dengan Hak Cipta. Penemuan yang dapat
diberikan hak paten hanyalah penemuan baru di bidang teknologi. Penemuan
dimaksud, bisa berupa teknologi yang ada dalam produk tertentu maupun cara yang
dipakai dalam proses menghasilkan produk tertentu. Sehingga hak paten bisa
diberikan pada produk maupun teknologi proses produksi.
Pengertian
hak paten menawarkan perlindungan bagi para penemu bahwa penemuan
mereka tidak dapat digunakan, didistribusikan, dijual, dihasilkan secara
komersial, diimpor, dieksploitasi, dll tanpa persetujuan dari pemilik sekarang.
Ini merupakan satu bentuk monopoli yang diberikan negara kepada seorang pemohon
hak dengan imbalan pengungkapan informasi teknis mereka. Pemiliki paten
memegang hak khusus untuk mengawasi cara pemanfaatan paten penemuan mereka
untuk jangka waktu 20 tahun. Untuk menegakan hak, pengadilan yang bertindak
untuk menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang
berhasil membuktikan ketidaksahihan suatu paten, pengadilan dapat memutuskan
bahwa paten yang diterima adalah tidak sah.
Hak khusus pemegang paten
untuk melaksanakan temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara
sendiri maupun dengan memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada
orang lain, yaitu: membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai,
menyediakan, untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang
diberi paten. Hak ini bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa
dijalankan oleh orang yang memegang hak paten, orang lain dilarang
melaksanakannya tanpa persetujuan pemegang paten. Untuk menegakan hak,
pengadilan yang bertindak untuk menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika
ada pihak ketiga, yang berhasil membuktikan ketidaksahihan suatu paten,
pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diterima adalah tidak sah. Selain
itu, pemegang hak yang sah memiliki hak menggugat.
HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini
mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan
masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat
perlindungan namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat
perlindungan , masing-masing ada baik dan kewajiban. Pemerintah berperan
mengatur, mengawasi, dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondisif
saling berkaitan satu dengan yang lainnya dengan demikian tujuan
mensejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.
Sejarah
gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat tahapan :
1.
Tahapan 1 (1881-1914)
Kurun
waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan
perlindungan konsumen. Pemicunya, histeria masal akibat novel karya Upton
Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan
daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2.
Tahapan 2 (1920-1940)
Pada
kurun waktu ini muncul pula buku berjudul Your Money's Worth karya Chase dan
Schlink. karya ini mampu menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual-beli.
Pada kurun waktu ini muncul slogan Fair Deal, Best Buy.
3.
Tahapan 3 (1950-1960)
Pada
dekade 1950-an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan
konsumen dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh wakil-wakil
gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia, dan Belgia
pada 1 April 1960 berdirilah International Organization of Consumer Union.
Semula organisasi ini berpusat di Denhaag, Belanda, lalu pindah ke London
Inggris pada 1993.
Dalam
kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi :
a.
Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya
b.
Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen
c.
Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan
mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan
pribadi.
d.
Pendidikan konsumen
e.
Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif
f.
kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen
Perlindungan konsumen harus mendapat
perhatian yang lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan
ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga telah berkait dengan ekonomi
dunia. Persaingan perdagangan internasional dapat membawa implikasi negatif
bagi perlindungan konsumen.
AZAS DAN TUJUAN
1. Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen,
tujuan dari Perlindungan ini adalah :
*
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri,
* Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
* Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen,
* Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
* Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
* Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen.
2. Azas
Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :
* Asas
Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan,
* Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
* Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
* Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
* Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
HAK DAN
KEWAJIBAN KONSUMEN
1. Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen
adalah :
* Hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
* Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
* Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
* Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
* Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
* Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
* Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
* Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
* Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.
Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat
kewajiban konsumen, antara lain :
* Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
* Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
* Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
* Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
1.
Hak Pelaku Usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen
adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
2.
Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan
kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan
konsumen adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.