Kamis, 31 Mei 2012

Contoh Perusahaan yang sedang atau mengalami kepailitan


PERKARA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP PT.IGLAS (persero)
Pt.interchem Plasagro Jaya berkedudukan di Jakarta mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadapPT.IGLAS (persero)  yang berkedudukan di Surabaya ke pengadilan Niaga Surabaya, berdasarkan adanya kerja sama dalam pembelian chemicol. Termohon sebagai pemesan chemicol dan pemohon yang mengadakan dan mengirim chemicol tersebut. Harga chemicol telah di sepakati berdasarkan puchase order sebesar Rp. 102.531.936,00 dan sebesar US$ 165.816,38. Chemical yang dipesan sudah dikirim oleh pemohon kepada termohon, tetapi pembayaran harga chemical yang telah disepakati tersebut sampai dengan diajukannya permohonan telah melewati batas jatuh tempo belum dilakukan pembayaran oleh termohon. Pemohon telah melakukan berbagai upaya agar termohon dapat menyelesaikan pembayaran utangnya tersebut secara musyawarah. Selain mempunyai utang kepada pemohon, termohon juga mempunyai utang kepada PT. AKR Corporindo Tbk. Berkedudukan di Jakarta dalam bentuk rupiah sebesar Rp. 254.002.073,00, dan sebesar US$ 108.225 berdasarkan surat perihal Outstanding piutang dari PT. AKR Corporindo Tbk. Kepada PT.IGLAS tanggal 23 juli.
                Berdasarkan bahwa termohon mempunyai sedikit 2 kreditor yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih dan sampai diajukan permohonan utang tersebut belum di lunasi, sehingga menurut pemohon syarat untuk dinyatakan pailit berdasarkan pasal 2 ayat 1 UUKPKPU telah terpenuhi.
                Dalam eksepsinya termohon mengemukakan bahwa karena termohon/ PT.IGLAS (persero) sebagai perseroan terbatas yang seluruh sahamnya milik pemerintah yang telah terdaftar di Departemen hukum dan HAM, dan telah dimuat dalam lembaran Negara, serta bergerak di bidang kepentingan publik, sehingga pemohon tidak memiliki otoritas untuk mengajukan permohonan pailit. Termohon mendasarkan eksepsinya tersebut pada pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, yang menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap termohon sebagai BUMN persero hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
                Dalam pokok perkaranya, termohon mengakui mempunyai utang kepada pemohon sejumlah sebagaimana disebutkan oleh pemohon. Namun, karena kondisi termohon dengan adanya perintah dari Menteri Negara BUMN kepada perusahaan pengelola aset (PPA) dengan surat No.S-10/MBU/2009 tanggal 12 januari 2009 yang pada pokoknya memerintahkan kepada PPA untuk merestrukturisasi termohon/PT.Iglas (persero), sehingga memerlukan waktu untuk memenuhi kewajibannya, yaitu harus melalui Due Deligence oleh konsultan keuangan dan rekomendasi hasil Due Deligence.
PUTUSAN PENGADILAN NIAGA SURABAYA
Majelis hakim pengadilan niaga surabaya dalam putusan No. 01/Pailit/2009/PN.Niaga.Sby tanggal 31 maret 2009 mempertimbangkan materi eksepsi tersebut bersama-sama pokok perkaranya, mengenai apakah pemohon pailit. Pertama, majelis berpedoman pada pasal 5 UUKPKPU yang menyatakan “dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan”.Majelis berkesimpulan bahwa walaupun modal PT.Iglas (persero) dimiliki oleh menteri BUMN dan PT.Bank Negara Indonesia, pada dasarnya seluruh modalnya adalah milik negara. Majelis hakim menghubungkan dengan pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 huruf g UUKN, yang menyatakan “keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 adalah kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah”. Berdasarkan  dari pertimbangan tersebut diatas, Majelis hakim pengadilan niaga Surabaya berpendapat PT.Iglas (persero) merupakan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik yang seluruh modalnya dimiliki negara, sehingga sebagaimana penjelasan pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri keuangan dan tidak dapat diajukan oleh siapapun juga. Konsekuensinya, sebagai harta kekayaan milik negara, berdasarkan pasal 50 UU 1/2004 terhadap termohon tidak dapat dilakukan sita. Dengan kata lain, apabila termohon dinyatakan pailit, dan terhadap harta kekayaannya berada dalam sita umum, hal ini bertentangan dengan pasal 50 tersebut, kecuali permohonan pailit diajukan oleh Menteri keuangan selaku wakil pemerintah dalam otoritas sebagai pemilik kekayaan negara. Majelis hakim pengadilan niaga dalam menjatuhkan putusannya juga berpedoman pada putusan mahkamah agung RI No. 075K/Pdt.Sus/2007 tanggal 22 oktober 2007 yang membatalkan kepailitannya PTDI.
PUTUSAN KASASI
Mahkamah agung RI dalam putusannya No. 397K/Pdt.Sus/2009 tanggal 31 juli 2009 telah membatalkan putusan pengadilan niaga Surabaya tersebut dan menyatakan PT.Iglas (persero ) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya, dengan pertimbangan bahwa pengadilan niaga Surabaya telah salah menerapkan hukum sebagai berikut:
-          Bahwa termohon merupakan BUMN yang modalnya terbagi dalam saham, yang kepemilikan sahamnya tidak seluruhnya dikuasai/dimiliki negara, tetapi terbagi dua yaitu: 63,82% milik Menteri BUMN qq Negara RI dan 36,18% milik PT BNI Tbk. Dimana saham PT Bank BNI Tbk sahamnya juga dimiliki masyarakat/swasta; Bahwa tujuan termohon adalah mencari keuntungan;
-          Dengan demikian, pemohon dapat mengajukan permohonan pailit tanpa harus ,mendapat izin dan kuasa dari Menteri keuangan karena  termohon bukan BUMN sebagaimana pengertian dalam penjelasan pasal 2 ayat 5 UUKPKPU;
-          Selain itu, bidang kegiatan termohon tidak secara langsung dimanfaatkan oleh publik seperti halnya PT GARUDA, PLN dan pertamina. Dicantumkan klausula “yang bergerak dibidang kepentingan publik” mengandung arti bahwa tidak semua BUMN permohonan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Menteri keuangan.
Terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion), dalam Majelis hakim tingkat kasasi, yang berpendapat bahwa yudex factie/ pengadilan niaga Surabaya tidak salah menerapkan hukum dan pertimbangannya sudah tepat dan benar sesuai dengan putusan mahkamah agung RI no. 075K/Pdt.Sus/2007 tanggal 22 oktober 2007 (dalam kasus kepailitan PTDI), sehingga permohonan pernyataan pailit harus ditolak.
                Setelah debitor/PT.Iglas (persero) dinyatakan pailit oleh putusan kasasi mahkamah agung RI no.397K/Pdt.Sus/2009 tanggal 31 juli 2009, termohon pailit/ PT.Iglas (persero) mengajukan permohonan peninjauan kembali. Namun, ketika proses peninjauan kembali berlangsung, terjadi perdamaian antara debitor pailit dan para kreditor.

KEPAILITAN


Kepailitan adalah suatu keadaan debitur berhenti membayar, baik karena keadaan tidak mampu membayar atau karena keadaan tidak mau membayar.
Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

 Peraturan Perundangan tentang Kepailitan
Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.
Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

 Lembaga kepailitan
Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:
1. kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.
2. kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.


Para pihak yang dapat mengajukan kepailitan ada beberapa yaitu:
a.       Atas permohonan debitur sendiri
b.      Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
c.       Oleh kejaksaan untuk kepentingan umum
Sumber hukum kepailitan indonesia ialah:
1.       KUH perdata khususnya pasal 1131,pasal 1132, pasal 1133, dan pasal 1134.
2.       UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, L.N.R.I. 2004, No. 131.
3.       UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, khususnya pasal 104 dan pasal 142.

Tujuan dari hukum kepailitan adalah:
1.       Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para kreditornya
2.       Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor
3.       Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.



Selasa, 01 Mei 2012

SUMBER HUKUM FORMAL,SUBJEK HUKUM,OBJEK HUKUM


SUMBER-SUMBER HUKUM YANG FORMAL

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen,
naskah, dsb, yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya
pada masa tertentu. Menurut Tjipto Rahardjo “Sumber yang melahirkan
hukum digolongkan dari dua kategori, yaitu sumber-sumber yang bersifat
hukum dan yang bersifat sosial. Sumber yang bersifat hukum merupakan
sumber yang diakui oleh hukum sendiri sehingga secara langsung bisa
melahirkan atau menciptakan hukum. Menurut Edward Jenk, terdapat tiga
Sumber-sumber Hukum Tata Negara.

sumber hukum yang biasa ia sebut dengan istilah “forms of law”yaitu: (1)
Statutory; (2) Judiciary; dan(3) Literaty. Menurut G.W. Keeton, sumber
hokum terbagi atas : Binding Sources (formal), yang terdiridari: a) Custom; b)
Legislation; c) Judicial precedents dan Persuasive Sources (materiil), yang
terdiri: a) Principles of morality or equity; b) Professional opinion.
Sedangkan sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo yaitu terbagi
atas dua hal :
1. Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materi itu diambil.
Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan
politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan,
kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan
geografis, dll.
2. Sumber Hukum Formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk
atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang
diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar
negara, yuris prudensi dan kebiasaan.
Sumber Hukum Menurut Joeniarto terdiri dari :
o Sumber hukum dalam penggunaan pengertian sebagai asalnya hukum
positip.
o Sumber hukum dalam penggunaan pengertian sebagai bentuk-bentuknya
hukum dimana sekaligus merupakan tempat diketemukannya aturanaturan
dan ketentuan hukum positipnya.
o Sumber hukum dalam penggunaan pengertian sebagai hal-hal yang
seharusnya menjadi isi hukum positip.
o Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum RI.
o Proklamasi merupakan tindakan pertama dari Tata Hukum Indonesia.
Macam - macam sumber hukum formal di Indonesia, antara lain :
  1. Undang – undang : Ada dua jenis UU yakni dalam arti material yaitu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum bagi semua warga negara dan dalam arti formal yaitu peraturan karena bentuknya disebut UU
  2. Kebiasaan : Perbuatan yang diulang – ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat
  3. Yurisprudensi :Keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh UU dan dijadikan oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa
  4. Traktat : Perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai persoalan – persoalan tertentu yang menjadi kepentingan yang bersangkutan
  5. Doktrin : Pendapat ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas – asas penting dalam hukum dan penerapannya




SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang disebut orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum. Manusia adalah subjek hukum menurut konsep biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya ciptaan Tuhan yang dilengkapi dengan asas, perasaan, dan kehendak. Badan hukum adalah subjek hukum menurut konsep yuridis, sebagai gejala hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasar pada hukum, memiliki hak dan kewajiban seperti manusia.
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
2. Badan Hukum (recht persoon)
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

 



OBJEK HUKUM
Obyek hukum ialah segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda adalah tiap-tiap barang atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Benda itu sendiri dibagi menjadi :
1. Berwujud / Konkrit
a. Benda bergerak
- bergerak sendiri, contoh : hewan.
- digerakkan, contoh : kendaraan.
b. Benda tak bergerak, contoh tanah, pohon-pohon dsb.
2. Tidak Berwujud/ Abstrak contoh gas, pulsa dsb.



CONTOH PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM


Contoh perjanjian jual beli saham

Pada hari ini tanggal 20 desember 2011 di Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini:
1.      Tuan: Pedagang, bertempat tinggal di Surabaya,
Jalan: selanjutnya disebut juga pihak pertama.
2.      Tuan: pedagang, bertempat tinggal di
         : selanjutnya disebut juga pihak kedua.
-          Menerangkan bahwa pihak pertama dengan ini telah menjual kepada pihak kedua dan pihak  kedua emnerangkan telah membeli dari pihak pertama:
30 saham,masing-masing bernilai nominal sebesar Rp 500.000, semua terdaftar atas nama dan dimiliki oleh pihak pertama dalam perseroan terbatas usaha perindustrian berkedudukan di Surabaya, lengkap dengan talon dan tanda-tanda devidennya.
-          Masing-masing pihak menerangkan, bahwa satu sama lain telah mengetahui benar-benar tentang saham-saham yang dijual/beli dengan akta ini dan karenanya tentang hal itu tidak perlu dijelaskan lebih lanjut dalam kata ini.
-          Pihak pertama dan pihak kedua selanjutnya menerangkan, bahwa jual/beli saham-saham tersebut dilakukan dan diterima dengan harga Rp 15.000.000, jumlah mana pihak pertama menerangkan telah menerima penuh dari pihak kedua, untuk penerimaan mana akta ini berlaku sebagai kuitansinya, dan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1:
Jual beli ini terjadi sejak hari ini, karena itu terhitung mulai hari ini pihak kedua telah menjadi pemilik sah dari dan berhak sepenuhnya atas saham-saham yang dijual/dibeli dengan akta ini.
Semua keuntungan termasuk hasil-hasil dan semua kerugian dan risiko serta pajak-pajak dan beban –beban lainnya tentang saham-saham tersebutterhitung mulai hari ini menjadi milik atau dipikul dan harus di bayar oleh pihak kedua.
Pasal 2:
Pihak pertama dengan ini menyatakan menanggung kepada pihak kedua, bahwa:
a.       Pihak pertama berhak sepenuhnya atas-dan adalah satu-satunya yang berhak untuk menjual saham-saham yang dijual/dibeli dengan akta ini dan baik sekarang maupun dikemudian hari, pihak kedua tidak akan mendapat tuntutan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak terlebih dahulu atas-atau turut memiliki saham-saham itu.
b.      Saham-saham tersebut telah di bayar lunas dan diserahkan dalam keadaan tidak terlibat dalam sengketa, tidak digadaikan atau dipertanggungkan secara bagaimanapun juga.
Pasal 3:
Kedua belah pihak menerangkan telah mengetahui bahwa surat-surat saham yang dijual/dibeli dengan akta ini belum dikeluarkan oleh perseroan terbatas tersebut.
Dengan ini pihak pertama memberi kuasa kepada pihak kedua, kuasa mana tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir sebab-sebab seperti tercantum dalam pasal 1813 kitab undang-undang hukum perdata.
UNTUK:
a.       Menerima surat-surat saham yang dijual/dibeli dengan akta ini dari perseroan terbatas segera setelah perseroan terbatas tersebut mengeluarkan surat-surat saham tersebut dan untuk itu memberi tanda penerimaan seperlunya.
b.      Mewakili pihak pertama seluas-luasnya dalam segala hal, urusan, dan keadaan bagaimanapun juga mengenal balik nama saham-saham yang dijual/dibeli dengan akta ini ke atas nama pihak kedua, dan tentang hal itu atas nama pihak pertama melakukan segala tindakan yang diperlukan, tiada satupun yang diperlukan, tiada satupun yang dikecualikan.
Pasal 4:
Biaya-biaya yang timbul dari jual beli ini dipikul dan dibayar oleh pihak kedua.

Pihak pertama                                                                          Pihak kedua




Kami yang bertandatangan di bawah ini, sebagai para pemilik saham-saham lainnya dalam perseroan terbatas PT. Orien Geras tersebut setelah diberi kesempatan yang diberitahukan oleh Direktur perseroan terbatas tersebut, tidak ingin menggunakan hak utama kami untuk membeli saham-saham yang dijual/dibeli dengan akta ini, yang diberikan dalam pasal 7 ayat (1) Anggaran dasar perseroan tersebut.